Mutiara Jiwa Wiraswasta
Sebelum kita menjajaki lebih jauh mengenai medan usaha, kita telaah dulu satu
hal dasar yang paling penting. Yaitu soal seberapa jauh dan mantapnya komitmen
kita untuk berusaha. Ini merupakan masalah kebulatan tekad, bukan dalam soal
politik, melainkan dalam kewiraswastaan.
Komitmen ini menjadi penting untuk dipermasalahkan, karena ada hubungannya
dengan kondisi umum masyarakat Indonesia, yang antara lain diwarnai oleh
tingginya angka pengangguran. Seperti diketahui, untuk menanggulangi masalah
pengangguran tersebut di Indonesia, pemerintah mengambil beberapa langkah
penanggulangan antara lain dengan program transmigrasi, pelatihan-pelatihan
keterampilan melalui Balai-balai Latihan Kerja di Departemen Tenaga Kerja, serta
mempropagandakan kewiraswastaan sebagai jalur karir alternatif.
Yang disebut belakangan, yaitu propaganda kewiraswastaan sebagai jalur karir
alternatif, merupakan langkah yang harus dicermati dan diwaspadai. Karena, untuk
sementara orang, hal ini diartikan bahwa hadirnya kewiraswastaan hanyalah
sebagai “pilihan kedua” pada kasus-kasus dimana orang tidak atau belum bisa
mendapatkan pekerjaan. Atau semata-mata sebagai aktivitas pemanfaatan waktu
luang bagi para pensiunan. Dan hal-hal lain semacam itu, yang pada pokoknya
menempatkan kewiraswastaan sebagai pilihan alternatif alias pilihan cadangan.
Perlakuan demikian terhadap bidang kewiraswastaan hanya akan membawa dampak
tidak efektifnya misi kewiraswastaan itu sendiri. Karena, kewiraswastaan tidak
dapat ditempatkan sebagai suatu kegiatan yang “tidak terlalu serius”.
Kesungguhan, mutlak diperlukan, kalau tidak mau kewiraswastaan itu akan menjadi
simbol dari suatu kegiatan yang tidak menghasilkan apa-apa.
Ini berarti, setiap kandidat wirausahawan, harus mempunyai komitmen penuh atau
kebulatan tekad yang mantap kepada bidang pilihannya sendiri. Jika kewirausahaan
dijalankan sambil juga melamar kesana-kemari dan berharap-harap akan datangnya
tawaran atau panggilan pekerjaan bergaji besar, maka jelas kegiatannya itu tidak
akan menghasilkan sesuatu yang optimal. Demikian juga bila kewirausahaan
dilakukan hanya untuk “membunuh waktu” sehari-hari pada masa pensiun atau masa
pengangguran.
Hasil berwiraswasta yang maksimal hanya bisa diperoleh bila sipengusaha
benar-benar serius menjalankan perusahaan, dan teguh dalam pendiriannya. Selain
berkonsentrasi penuh kepada aktivitas usaha, sedapat mungkin ia juga harus dapat
“mematikan” mata dan telinganya terhadap godaan-godaan dari luar. Godaan-godaan
tersebut dapat berupa provokasi atau teror yang menghendaki kehancuran usahanya,
atau malah berupa iming-iming menggiurkan yang meminta kita mengalihkan profesi
kebidang atau posisi lain.
Oleh sebab itu, perlu juga kiranya diperhatikan oleh para pejabat pemerintah
yang mengkampanyekan kewiraswastaan sebagai karir alternatif pencari kerja,
bahwa masih ada faktor yang perlu dibina. Faktor yang akan menentukan seseorang
menjadi wiraswastawan handal atau rapuh. Faktor itu adalah faktor komitmen.
Bagaimana pembinaan dilakukan untuk memperoleh komitmen yang kuat, juga akan
merupakan permasalahan tersendiri. Karena lagi-lagi kita akan berurusan dengan
sesuatu yang tidak kasat mata, sesuatu yang “intangible”, sebagaimana halnya
dengan sikap mental. Dan memang pada hakekatnya, hanya orang dengan sikap mental
baiklah yang akan mampu menunjukkan komitmen yang baik pula.
Mengacu kepada apa yang dikatakan oleh Sun Tzu, seorang jendral yang baik adalah
jendral yang memiliki komitmen, jika tidak, maka ia akan menjadi jendral
pengecut yang akan segera lari meninggalkan arena begitu pertempuran dimulai.
Penulis mempunyai dua contoh yang baik dalam hal komitmen ini yang ditunjukkan
oleh dua orang pelaku kewiraswastaan. Yang pertama adalah seorang adik penulis
sendiri, yang memulai usaha bersama rekan-rekan “seperjuangan” nya mendirikan
sebuah biro iklan dengan nama MAC909. Berbekal kepiawaian dalam membuat
rancangan-rancangan iklan, didukung dengan leadership yang tinggi, mereka
memulai usahanya dari skala kecil dengan melayani permintaan pemasangan
iklan-baris atau iklan kecik disurat kabar. Kemudian, berkat komitmen yang
terwujud dalam ketekunan dan kesungguhan kerja, perlahan-lahan MAC909 mulai
menapak maju. Order-order berdatangan dalam jumlah yang semakin besar dan
berkembang tidak hanya sebatas iklan dimedia cetak, tapi sudah merambah ke
hampir semua media periklanan lainnya.
Tanda-tanda keberhasilan mereka sudah amat jelas dan diketahui secara luas oleh
masyarakat ketika perusahaannya memenangkan beberapa gelar juara dalam lomba
periklanan yang disebut Citra Pariwara. Saat itulah godaan mulai datang.
Beberapa pengusaha kelas kakap menawarkan untuk bergabung saja dengan kelompok
mereka. Ajakan itu disertai iming-iming pemberian gaji bersih sebesar Rp. 15
juta per bulan (1995), ditambah fasilitas mobil sedan terbaru dan beberapa
jaminan lain, yang kesemuanya terdengar begitu menggiurkan.
Sebagai anak muda, tentu saja tawaran itu terasa amat menggoda. Kalau mereka mau
menerimanya, mungkin untuk selanjutnya tak perlu lagi bekerja ekstra keras yang
kerap kali mengharuskan mereka pulang tengah malam atau bahkan tidak pulang sama
sekali. Fasilitas lengkap, jaminan memuaskan. Mau apa lagi ?
Akan tetapi, mereka adalah pemuda-pemuda yang memiliki idealisme. Komitmen
mereka pun cukup kuat. Tidak sampai dua hari, mereka sudah mampu mengambil
keputusan mantap, bahwa mereka harus tetap pada cita-cita semula, menata karir
sebagai wiraswastawan sejati. Tawaran itu pun mereka tolak dengan halus.
Ternyata, apa yang ditawarkan pengusaha-pengusaha besar itu, kini telah bisa
mereka dapatkan atas hasil usaha sendiri, tidak hanya dalam sejumlah itu, tapi
bahkan berkali-kali lipat lebih besar. Karena sekarang, MAC909 telah mampu
menyejajarkan diri dengan perusahaan-perusaha an besar sejenis yang telah lebih
dulu maju baik didalam negeri, maupun dimanca negara.
Rusman Hakim
Pengamat Kewirausahaan
Email: rusman@gacerindo.com
Website: http://rusmanhakim. com
Group: gacerindo-club@yahoogroups.com
Mobile: 0816-144.2792
sumber:
Gacerindo.com